JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menekankan pentingnya untuk mengingat kembali pemikiran para tokoh pendidikan yang memiliki gagasan kebangsaan dalam memerdekakan bangsa Indonesia.
Anies mengatakan bahwa bangsa Indonesia dibangun dari gagasan-gagasan yang berasal dari ruang pendidikan.
Para tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, kata Anies, merupakan orang-orang yang terdidik oleh pendidikan modern, kemudian memiliki ide untuk membangun negara yang egaliter.
Hal tersebut menunjukkan pendidikan tidak hanya mencerahkan, tetapi juga muncul dan bertindak dengan rasa keadilan dan kemanusiaan.
"Dari fakta itu, saya melihat negara Indonesia dibangun dari ruang-ruang kelas," ujar Anies saat menghadiri peluncuran bukuInspirasi Kebangsaan dari Ruang Kelas karya Redaktur Senior Harian Kompas St Sularto, di Hotel Santika, Jakarta Barat, Jumat (13/5/2016).
Anies mengatakan, pegiat pendidikan harus sering menengok kembali gagasan yang pernah dilahirkan oleh para tokoh pelopor pendidikan, seperti Willem Iskander, Ki Hadjar Dewantara, dan Engku Mohammad Syafei, yang ditulis dalam buku Inspirasi Kebangsaan dari Ruang Kelas.
Hal tersebut bertujuan agar para guru atau pengajar bisa lebih memahami bagaimana cara menjadi pendidik yang menginspirasi, tidak hanya menjadi pengajar yang sekadar mengajar secara mekanis.
"Bukan untuk memuja masa lalu, tapi melihat apa gagasan yang benar pada saat itu. Kita diingatkan melalui buku St Sularto untuk menengok kembali apa yang sudah disusun oleh pendiri bangsa," kata Anies.
Buku Inspirasi Kebangsaan dari Ruang Kelas mengisahkan Willem Iskander sebagai tokoh pelopor pendidikan guru dan pendiri Kweekschool voor Inlandsh Onderwijers atau Sekolah Guru Bumiputera.
Sekolah itu kemudian dikenal sebagai Kweekschool Tanobato yang berdiri pada tahun 1862.
Tokoh kedua yang diangkat adalah Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri Perguruan Taman Siswa pada 3 Juli 1922.
Dalam Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara mengenal tiga proses pendidikan, yakni pendidik berada di depan memberi teladan, pendidik selalu memotivasi, dan pendidik selalu mendukung peserta didik agar terus maju.
Adapun tokoh Engku Mohammad Syafei pernah mendirikan Inlandsche Nijverheid School (INS) pada tahun 1926 di Desa Kayutanam, Sumatera Barat. Berdirinya INS merupakan simbol perlawanan terhadap penjajah.
"Saya apresiasi buku yang ditulis oleh St Sularto karena menunjukkan bahwa ruang kelas itu membebaskan. Buku ini penting sekali, mengarahkan pegiat pendidikan untuk berefleksi lebih dalam di tengah arus informasi yang semakin deras," kata Anies.
Penulis | : Kristian Erdianto |
Editor | : Sandro Gatra |
No comments:
Post a Comment