Itu akan membunuh karakter anak dan menjadikan orang yang biasa saja nantinya. |
"Saat ini budaya kapitalisme orangtua terhadap anak semakin tinggi, misalnya anak lemah dalam satu atau dua pelajaran, maka ia akan melakukan berbagai cara agar anaknya pintar dalam segalanya," kata Yanuar yang dikutip dari Antaranews (26/02/17).
Saat ini marak fenomena orangtua memasukkan anaknya ke tempat les agar unggul dalam semua mata pelajaran tanpa mengukur terlebih dahulu kemampuan anak. Sehingga nanti membuat anak terpaksa belajar tambahan mengenai hal yang tidak disukainya.
Menurutnya, les itu boleh saja namun hanya sebatas untuk penyegaran jika ada yang belum tuntas di sekolah. Bimbingan belajar itu bukan untuk membuat anak pintar terhadap pelajaran yang tidak ia kuasai, namun hanya untuk memperjelas kalau ada pelajaran yang belum dipahami ketika di sekolah.
Baca juga: Les Semestinya Tidak Ada, Itu Tanggung Jawab Guru
Orangtua harus memahami bahwa proses pendidikan anak bukan untuk nilai-nilai di atas kertas melainkan penerapan pendidikan untuk hidup dengan beretika dan bermoral. Menurutnya, untuk apa anak-anak pintar semua mata pelajaran tetapi tidak bermoral.
Orangtua dihimbau agar memberikan pendidikan yang sehat kepada anaknya, seperti menunjang keinginan anak dengan memfasilitasi apa yang diminati. Misalnya, kata dia, anak menyukai puisi, maka berikan ia pelajaran tambahan bahasa Indonesia dan hal-hal terkait lainnya.
Anak-anak tidak akan menjadi unggul ketika orangtua memberikan tambahan belajar mengenai hal yang tidak ia minati. Misalnya di sekolah ia tidak unggul dalam pelajaran matematika, maka orang tua jangan memaksakan kehendak agar anaknya pintar matematika karena itu akan membunuh karakter anak dan menjadikan orang yang biasa saja nantinya.
"Di luar negeri, banyak anak-anak yang diberi tambahan belajar oleh orangtuanya berdasarkan apa yang diminati oleh anak, oleh sebab itu mereka maju dalam segala bidang," kata Yanuar.
No comments:
Post a Comment