Pada kesempatan kali ini kami kembali membagikan berita dan informasi terkini kepada seluruh pengunjung khususnya rekan-rekan guru yang bertugas menjadi pengajar dan pendidik di seluruh satuan pendidikan di tanah air.
Sejatinya, tugas guru adalah membangun peradaban suatu masyarakat dan bangsa. Hari ini, kita merasakan keprihatinan luar biasa atas maraknya perilaku menyimpang di kalangan para pelajar, seperti tawuran, perusakan (bullying), contek massal, dan lainya.
Meski bukan satu-satunya pihak yang paling bertanggung jawab, namun guru terposisi sebagai pihak paling diharapkan peran dan fungsinya untuk membenahi perilaku anak-anak kita. Peradaban yang selamat dan menyelamatkan membutuhkan sosok guru yang terampil mengajarkan ilmu (pengajar) dan bisa jadi suri tauladan (pendidik).
Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh aku telah diutus (oleh Allah) sebagai seorang pengajar.” (HR Ibnu Majah). Sebagai pengajar, Rasulullah SAW merupakan sosok yang bijaksana, melimpah kasih sayangnya, metode pengajarannya menyenangkan, ucapannya lugas dan jelas, cerdas, memiliki perhatian yang besar kepada siapa saja muridnya.
Sebagai pendidik, Rasulullah SAW merupakan pribadi dengan akhlak yang mulia (QS Al-Qalam: 4). Ketika anak-anak kita menunjukkan perilaku tidak beradab di tengah-tengah masyarakat, maka para guru mesti bermuhasabah, masihkah para guru komitmen dan konsisten mengamalkan adab menjadi seorang guru? Adab merupakan akhlak, moral, tata krama, etik, nilai, atau pandangan hidup (Pusat Bahasa Kemdiknas, 2008).
Jadi, adab guru adalah akhlak guru atau nilai-nilai yang mendasari keyakinan guru dalam berpikir dan bersikap. Ada lima adab yang harus istiqomah diamalkan guru sebagai pengajar maupun pendidik.
Pertama, mengajar bukan karena tujuan ingin mendapatkan imbalan dan bukan pula karena mengharapkan ucapan terima kasih. Mengajar diniatkan sebagai salah
satu cara untuk beribadah dengan mengharapkan ridha Allah SWT.
Kedua, mengingatkan murid akan akhlak yang buruk dengan ungkapan kasih sayang, tidak secara terang-terangan, dan dengan ungkapan yang lemah lembut bukan celaan. Alangkah lebih baiknya para guru merenungi kata-kata hikmah dari Imam As-Syafie: “Siapa yang menasihatimu secara sembunyi-sembunyi, maka ia benar-benar menasihatimu. Siapa yang menasihatimu di khalayak ramai, dia sebenarnya menghinamu.” Nasihatilah murid-murid kita dengan kasih sayang dan menutupi aibnya agar tidak diketahui orang lain.
Ketiga, dianjurkan saat memberikan pelajaran, guru memberikan penjelasan secara gamblang agar bisa dipahami oleh semua murid, bahkan oleh murid dengan kemampuan daya tangkap rendah sekali pun. Imam Tirmidzi dalam Kitab Asy-Syamail meriwayatkan dari Aisyah ra bahwasanya ia berkata: “Rasulullah SAW tidak pernah berkata dengan tergesa-gesa sebagaimana yang biasa kalian lakukan. Akan tetapi, beliau berkata dengan ucapan yang sangat jelas dan rinci, sehingga orang lain yang duduk bersamanya akan dapat memahami setiap perkataan beliau.” (HR Imam Tirmidzi).
Keempat, guru menyayangi murid-muridnya seperti mereka menyayangi anak-anaknya sendiri. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku bagi kalian tiada lain hanyalah seperti orangtua kepada anaknya. Aku mengajari kalian.” (Ibnu Majah melalui Abu Hurairah).
Kelima, hendaknya guru berbuat sesuai dengan ilmunya, tidak mendustakan antara perkataan dan perbuatan. Allah SWT berfirman, “Apakah kamu menyuruh manusia (melakukan) kebajikan dan kamu melupakan (untuk menyuruh) diri kamu sendiri...” (QS. Al-Baqarah: 44).
Ketika murid tak mau mendengarkan dan mengikuti nasihat guru, alih-alih kita marah dan menyalahkan perilaku murid, marilah bertanya dahulu pada diri sendiri, “Apakah saya sudah menjadi guru yang beradab? Sudahkah saya melakukan apa yang saya katakan kepada murid-murid?” Jangan pernah berdusta pada diri sendiri dan para murid! Jika murid saja tak suka apalagi Allah SWT (QS Ash-Shaff: 3).
(Sumber : republika.co.id)
No comments:
Post a Comment